Selasa, 21 Februari 2012

Cerpen Kimia


Oksigen dan Cintanya

Pagi sudah datang lagi. Hari berlalu begitu cepat. Aku terbangun dari tidurku. Seluruh tubuhku masih merasakan lelah. Kemarin aku asyik jalan-jalan sendiri di sekitar Komplek Sistem Periodik. Aku juga tinggal di Komplek Sistem Periodik Jalan Golongan VIA nomor 8. Oh ya, namaku Oksigen. Aku sering dipanggil Oksi.
Aku lahir di Uppsala tahun 1773 oleh Carl Wilhem Scheele. Lalu tahun 1774 aku diadopsi oleh Joseph Priestley di Wiltshire. Lalu aku diberi nama ‘oxygen’ oleh Antoine Lavoisier tahun 1777. Sungguh nama yang indah. Diambil dari bahasa Yunani, oxys dan genes, yang artinya menghasilkan asam. Sebenarnya nama itu kurang cocok dengan keadaanku. Nama ini lebih tepat dipakai oleh Hidrogen. Namun, sampai sekarang aku belum pernah bertemu Hidrogen secara langsung.
Hidupku tidak sendiri. Aku mempunyai seorang kakak yang bernama Belerang atau biasa dipanggil Abel. Abel adalah seorang kakak yang sangat baik. Saat dia tidak mempunyai janji dengan temannya, dia pasti akan menemaniku jalan-jalan (SO4). Aku dan Abel memang tinggal dalam satu komplek. Hanya berbeda lorong saja. Abel tinggal di rumah nomor 16.
Sesuai rencana, hari ini aku akan jalan-jalan ke taman untuk membantu manusia, hewan, dan tanaman dalam bernapas. Bukan hanya itu, terkadang aku digunakan untuk reaksi pembakaran, pembuatan ozon, produksi baja, plastik, dan tekstil, serta sebagai propelan roket dan sebagai penyokong kehidupan pada pesawat terbang, kapal selam, penerbangan luar angkasa, dan penyelaman. Selain itu, aku juga terkenal dengan sifat supelku. Dengan keelektronegatifanku, aku bisa berteman dengan hampir seluruh teman-teman lainnya, membentuk oksida.
Begitu tiba di taman, aku langsung membantu makhluk hidup untuk bernapas. Saat asyik membantu, aku melihat seorang cowok yang berjalan menuju taman. Aku terpesona melihatnya. Mataku terus meliriknya. Pada saat yang bersamaan, dia juga melirik padaku. Tiba-tiba…
“Hai, boleh kenalan?” sebuah suara terdengar dari belakangku. Aku memutar tubuhku. Di belakangku, berdiri seorang cowok yang sangat menarik perhatianku itu. Aku terpaku. Jantungku berdetak sangat cepat. “Halo. Kenapa diam? Boleh kenalan? Aku Hidrogen.” katanya sambil mengulurkan tangan.
“A... aku.. aku.. Oksigen.” Kataku terbata-bata sambil menjabat tangannya. “Panggil Oksi saja.” Tambahku. Detik berikutnya, kami sudah akrab. Beberapa jam kami terus bersama. “Dro, aku pulang dulu ya. Udah siang nih.”
“Ok. Kapan-kapan kita ketemu lagi ya? Nanti aku hubungi kamu.” Aku mengangguk. Lalu berjalan pulang.
Saat pertama berjumpa
Kurasakan getaran-getaran di jiwa
Meresap ke dalam sukma
Menembus relung jiwa
Sejak pertama berjumpa
Dirimu selalu dipikiranku
Hatiku selalu menyebut namamu
Wahai Hidrogen

Lagu Geregetan – Sherina mengalun lembut dari kamarku. Sejak bertemu Hidrogen, aku mengganti nada deringku dengan lagu itu.
Aku berlari-lari kecil ke kamar. Nama Hidrogen muncul di layar HP-ku.
“Halo, Oksi.” Sapa suara di seberang sana.
“Halo juga, Dro. Ada apa?”
Hari ini kita jadi jalan-jalan kan?”
“Ia, jadi. Tapi, sebentar lagi ya. Aku mau siap-siap dulu.”
“Ok deh. Aku tunggu ya.” Sambungan telepon terputus. Aku bersiap-siap untuk pergi.
Sudah beberapa minggu terakhir ini, aku selalu pergi bersama Hidrogen. Ketika berpasangan dengan Hidrogen, aku menghasilkan air (H2O). Aku dan Hidrogen selalu membantu manusia mencuci, memasak, menyiram tanaman, dan masih banyak lagi kegiatan yang kami lakukan. Bersama Hidrogen, aku merasa sangat bahagia. Sebenarnya, aku menyukainya, namun aku tidak bisa mengatakan hal itu pada Hidrogen.
“Oksi. Kamu ada di rumah?” sebuah suara terdengar di luar kamar. Aku sangat mengenal suara itu. Abel. Kakakku yang paling aku sayangi.
“Iya, kak.” Teriakku dari dalam kamar.
“Kamu mau kemana?” Tanya Abel yang sudah ada di belakangku. “Jalan sama Hidrogen lagi ya?” aku hanya mengangguk. “Oksi, Hidrogen bukan cowok yang baik. Beberapa hari yang lalu kakak melihat dia bersama cewek lain.”
Aku terkejut mendengar kata-kata Abel. Tapi, aku berusaha menyembunyikan perasaan itu. “Itu bukan urusanku, kak. Kami hanya berteman.”
Kakak hanya ga mau kamu terluka, Oksi. Kakak tahu kalau kamu ....”
Aku memotong kata-kata Abel. “Sudah ya, kak. Aku pergi dulu. Kasihan Hidrogen yang udah nunggu Oksi.” Aku melambaikan tangan, berlari meninggalkan Abel sendirian.
Tidak jauh dari rumah, aku melihat Hidrogen sudah menungguku. Aku berjalan mendekatinya. “Hai, Dro. Udah lama ya?”
“Ga kok. Ayo, kita pergi.
Aku dan Hidrogen mulai menjalankan aktivitas kami seperti biasa. Kami mendatangi rumah-rumah manusia dan mulai membantu mereka. Hal ini tentu saja sangat melelahkan bagiku, namun itu tidak menjadi masalah. Aku sudah terbiasa melakukannya. Aku senang bisa berguna untuk makhluk hidup lain.

Hari ini dimulai dengan sangat mengecewakan. Sebelum aku memulai aktivitas hari ini, aku menanyakan keberadaan Hidrogen. Hidrogen bilang kalau dia sedang ada aktivitas lain, sehingga tidak bisa pergi bersamaku.
Aku berjalan menuju taman. Hari ini, aku akan membantu manusia dalam bernapas. Dari pagi sampai siang aku asyik membantu manusia. Begitu hari sudah terasa sangat panas, aku pulang ke rumah. Di tengah jalan menuju rumah, aku melihat seseorang yang sangat aku kenal bersama seorang wanita. Mereka sedang bersama para manusia. Aku menatap mereka lama sekali sampai aku yakin kalau itu benar-benar Hidrogen. Dia terlihat sangat bahagia bersama wanita itu.