10 Desember 2012 . .
Hari ini seharusnya usia mu bertambah .
tapi, itu tak bisa terjadi lagi .
kmu tlah pergi unt slama ny .
Ayuk .
apakah kmu tw .
ak dsni sngguh mrindukan mu .
ak rindu suara mu .
ak rindu ketawa mu .
ak rindu keceriaan mu .
ak rindu semua tngkah laku mu .
msh tringt di benak ku ketika ak msh kecil, ak begitu manja pd mu .
tak ingin mkn jika bkn kmu yg menyuapi ku .
msh ku ingt suatu wkt kmu sdg trlmbt unt kuliah, tp ak yg msh kecil tdk mw mngerti .
hny ingin mkn brsma mu .
kmu rela menyuapi ku dlu sblm kuliah .
Ayuk .
apa kmu tw .
stiap lebaran tba, ak slalu menunggu kdtgn mu .
brtnya.tny "Yuk Atik mn ? kpn ke rmh ?"
tp, lebaran thn ini ak tak bs lg menanyakan hal it .
karena it tak mngkn lg .
:'(
Ayuk .
apa kmu tw .
stiap mengingt mu, hati ini trasa skit .
hny mnngz jka tringt smw ttg mu .
sngguh ak sgt mnyayangi mu .
bnr2 sgt mnyayangi mu .
tp, ak tak prnh mngatakan hal it lgsg kpada mu .
sngguh sgt trlmbt jka ingn mngatakn ny skrg .
Ayuk .
stiap snym ceria mu it trekam di benak ku .
msh ku ingt, stiap dtg ke rmh ayk slalu brtny "Risma, la smpe brpo conan ? ad yg baru ?"
ak slalu mnggu saat2 ak bs mmbanggakn komik2 ku .
mlht ayk mmbca komik2 it .
tp, it tak bs lg .
begitu cpt ayk kmbali kepada-Nya .
begitu cpt .
tdk smpai 24jam stlh mndngr kbar kecelakaan it, ayk pergi unt slamany .
bhkn ak tak bs mlht mu unt terakhir kalinya .
Ya Allah .
Tolong jagalah dia .
Sayangi lah dia .
Sayang yang ak berikan kepadanya takkan sebesar sayang-Mu kepadanya .
Titip rinduku untuknya .
:)
Minggu, 09 Desember 2012
Senin, 12 November 2012
Bertahanlah
Terkadang lelah datang menyelimuti
Menghancurkan setiap pertahanan diri
Mematahkan setiap kepingan hati
Menusuk-nusuk di jantung ini
Tubuh ini . . .
Tetap berusaha berdiri kokoh
Mencoba setegar karang
Tetap bertahan dihempas ombak
Rasa pedih juga mulai menyerang
Semakin meruntuhkan kekuatanku
Melemahkan sendi-sendiku
Melenyapkan semua senyumku
Hey, diriku . . .
Tolong tetap bertahan
Semangatlah . . .
Buang rasa lelah dan pedih itu
Menghancurkan setiap pertahanan diri
Mematahkan setiap kepingan hati
Menusuk-nusuk di jantung ini
Tubuh ini . . .
Tetap berusaha berdiri kokoh
Mencoba setegar karang
Tetap bertahan dihempas ombak
Rasa pedih juga mulai menyerang
Semakin meruntuhkan kekuatanku
Melemahkan sendi-sendiku
Melenyapkan semua senyumku
Hey, diriku . . .
Tolong tetap bertahan
Semangatlah . . .
Buang rasa lelah dan pedih itu
Kamu
Angin malam membelai rambutku
Sejuk mengalir ke dadaku
Kurasakan indahnya hari ini
Saat kau menemaniku
Senyum manis terpancar di wajahmu
Membawa semua lelah pergi
Kehangatan menjalar ke tubuhku
Membuatku semangat lagi
Langkah kakimu itu
Menenangkan hatiku
Memberi kenyamanan
Di setiap langkahku bersamamu
Desah nafasmu
Terkadang mengkhawatirkanku
Aku tak ingin kau lelah
Aku ingin kau bahagia
Sejuk mengalir ke dadaku
Kurasakan indahnya hari ini
Saat kau menemaniku
Senyum manis terpancar di wajahmu
Membawa semua lelah pergi
Kehangatan menjalar ke tubuhku
Membuatku semangat lagi
Langkah kakimu itu
Menenangkan hatiku
Memberi kenyamanan
Di setiap langkahku bersamamu
Desah nafasmu
Terkadang mengkhawatirkanku
Aku tak ingin kau lelah
Aku ingin kau bahagia
Cerpen kimia (lanjutan)
Entah apa yang aku rasakan, hatiku ini mendadak hancur seketika. Jantung ini terasa berhenti berdetak. Aku tidak sanggup melihat pemandangan itu. Aku tahu dia bukan milikku. Tapi, hatiku tidak bisa berbohong. Hatiku merasakan sakit yang tidak terkira. Ini pertama kalinya aku merasa seperti ini. Aku berlari menjauhi tempat itu. Terus berlari sampai rumah.
Di rumah, aku melihat Abel. Dia duduk tepat di depan pintu rumah. Aku cepat-cepat menutupi perasaanku yang terluka. Aku tersenyum ke arahnya, namun Abel tidak membalas senyumku itu. Dia berdiri dengan wajah yang nampak kebingungan.
“Oksi, kamu kenapa?” Tanya Abel bingung. Aku menggeleng. Aku tidak ingin menceritakan yang terjadi tadi pada Abel. “Jawab kakak, Oksi. Kakak
tahu kamu. Ga mungkin kalau kamu ga ada apa-apa.” Aku tetap diam dan menunduk.
“Oksi, tolong. Jawab kakak. Cerita sama kakak apa yang terjadi. Apa ini tentang
Hidrogen?”
Jantungku
berdetak sangat cepat saat nama Hidrogen disebut Abel. Diam-diam aku menggerutu
dalam hati. Kenapa Abel selalu tahu apa yang terjadi padaku? Apa karena kami
sudah lama bersama? Aku tidak tahu. Hanya satu yang aku tahu, Abel selalu ada
disaat aku sedang terluka.
“Oksi,
kenapa diam? Jawab kakak.”
“Hidrogen,
kak. Hidrogen.” Aku mulai membuka mulut. “Hidrogen jalan sama wanita lain, kak.
Dia.. dia terlihat sangat bahagia. Aku.. hatiku sangat sakit, kak.”
Abel
diam. “Oksi, kakak kan pernah bilang sama kamu. Tapi.. sudahlah. Lebih baik
kamu mencari seseorang yang jauh lebih baik dari Hidrogen.”
Selama
dua hari aku tidak diperbolehkan Abel untuk meninggalkan rumah. Aku
menurutinya. Lagi pula, di rumah aku tidak sendirian. Ada Abel yang menemaniku.
Selama dua hari pula aku tidak menerima telepon Hidrogen. Abel melarangku
menerimanya dan itu juga merupakan keinginanku. Aku tidak ingin hatiku merasa
sakit lagi.
Saat
asyik berjalan di sekitar komplek, ada seorang cowok yang mendekatiku. “Hai,
boleh kenalan ga?” Tanyanya padaku. “Aku karbon.” Katanya lagi.
Karbon?
Nama yang bagus. Dia juga lumayan keren. “Aku Oksigen. Panggil saja Oksi.”
“Oksi.
Nama yang bagus. Kamu tinggal di mana?”
“Aku
tinggal di Jalan Golongan VIA nomor 8.” Jawabku.
Aku
dan Karbon pun mulai asyik berbicara. Kami berjalan bersama. Namun, semakin lama
kami jalan bersama, aku merasakan suatu keanehan pada manusia yang ada di
sekitar kami. Mereka seperti terkena gejala keracunan. Perlahan aku mulai
menyadari hal itu. Bersama Karbon ternyata aku bisa merugikan manusia. Selain
itu, juga bisa menimbulkan polusi. Aku tidak ingin lagi berjalan bersama
Karbon. Aku berlari meninggalkan Karbon.
Di
depan rumahku, aku melihat Hidrogen sedang berdiri dan menunggu sesuatu. Saat
Hidrogen melihatku, dia tersenyum. Aku tidak mempedulikannya. Aku berlari masuk
ke rumah.
“Oksi,
tunggu… Aku mau bicara. Apa salahku?” suara Hidrogen terdengar menyedihkan.
Hatiku sangat sakit mendengar suara itu.
“Ga
ada yang perlu dibicarakan. Pergi sana.” Jawabku sambil menahan perihnya
hatiku.
“Aku
ga mau pergi. Aku mau bicara. Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini? Apa
salahku?” suaranya bertambah sedih. “Oksi, aku mohon. Bicara padaku. Katakan
apa yang terjadi. Aku mohon.”
Aku
tidak tahan lagi mendengar suaranya itu. Aku keluar dari rumah. “Sekarang apa
maumu, Dro?”
“Oksi,
aku hanya ingin mendengar penjelasanmu. Apa yang terjadi? Kenapa kamu
menjauhiku?” kata Hidrogen. “Aku tidak bisa membiarkanmu seperti ini. Hatiku
sungguh tersiksa menerima hal ini. Aku tidak ingin kehilanganmu.”
Aku
terkejut mendengar kata-kata Hidrogen. Seluruh tubuhku terpaku. Aku tidak
mengerti apa yang dikatakannya. Apa maksud semua perkataannya itu. Aku tidak
mengerti. “Aaa..aapa?” hanya itu yang keluar dari bibirku.
“Aku
mencintaimu, Oksi.” Dia berlari memelukku. Aku hanya diam. Tidak bisa berkata
lagi. “Aku sungguh mencintaimu.” Katanya lagi.
Perlahan,
semua ingatanku tentang kejadian hari itu kembali lagi. Hidrogen bersama
seorang cewek. Aku melepaskan pelukannya dengan kasar. Hidrogen terkejut
melihat tindakanku itu. “Tidak. Ka.. kamu tidak mencintaiku.” Kataku terbata.
“Kamu mencintai orang lain. Aku pernah melihatmu bersamanya.”
Mendengar
kata-kataku, Hidrogen terlihat bingung. “Apa maksudmu, Oksi? Aku mencintaimu. Tak
ada orang lain.” Hidrogen berusaha meyakinkanku.
“Tapi…
siapa wanita itu?”
“Wanita
mana? Aku tidak mengerti.”
“Wanita
yang ada bersamamu tiga hari yang lalu. Saat kamu tidak pergi bersamaku.”
Hidrogen
berpikir sebentar, lalu tersenyum. “Oksi, wanita itu temanku sejak kecil.
Namanya Klor. Aku tidak mungkin mencintainya. Lagipula, dia sudah memiliki
Natrium.” Katanya lembut. “Kamu cemburu ya?” Hidrogen mulai menggodaku.
“Ga
kok.” Aku berusaha menyembunyikan perasaanku.
“Cemburu
juga ga apa-apa kok.” Hidrogen tertawa kecil. “Jadi, apa kamu percaya kalau aku
mencintaimu?” Aku hanya diam. “Oksi, aku sungguh sangat mencintaimu. Maukah
kamu menjadi pacarku?
Aku
berpikir sejenak. Lalu mengangguk. “Aku juga mencintaimu.”
Sejak
hari itu, selama bertahun-tahun aku terus bersama Hidrogen. Aku sungguh sangat
mencintainya. Aku sangat bahagia bisa bersamanya. Semoga cinta kami tetap
abadi.
Selasa, 21 Februari 2012
Cerpen Kimia
Oksigen dan Cintanya
Pagi sudah datang lagi. Hari berlalu begitu cepat. Aku terbangun dari tidurku. Seluruh tubuhku masih merasakan lelah. Kemarin aku asyik jalan-jalan sendiri di sekitar Komplek Sistem Periodik. Aku juga tinggal di Komplek Sistem Periodik Jalan Golongan VIA nomor 8. Oh ya, namaku Oksigen. Aku sering dipanggil Oksi.
Aku lahir di Uppsala tahun 1773 oleh Carl Wilhem Scheele. Lalu tahun 1774 aku diadopsi oleh Joseph Priestley di Wiltshire. Lalu aku diberi nama ‘oxygen’ oleh Antoine Lavoisier tahun 1777. Sungguh nama yang indah. Diambil dari bahasa Yunani, oxys dan genes, yang artinya menghasilkan asam. Sebenarnya nama itu kurang cocok dengan keadaanku. Nama ini lebih tepat dipakai oleh Hidrogen. Namun, sampai sekarang aku belum pernah bertemu Hidrogen secara langsung.
Hidupku tidak sendiri. Aku mempunyai seorang kakak yang bernama Belerang atau biasa dipanggil Abel. Abel adalah seorang kakak yang sangat baik. Saat dia tidak mempunyai janji dengan temannya, dia pasti akan menemaniku jalan-jalan (SO4). Aku dan Abel memang tinggal dalam satu komplek. Hanya berbeda lorong saja. Abel tinggal di rumah nomor 16.
Sesuai rencana, hari ini aku akan jalan-jalan ke taman untuk membantu manusia, hewan, dan tanaman dalam bernapas. Bukan hanya itu, terkadang aku digunakan untuk reaksi pembakaran, pembuatan ozon, produksi baja, plastik, dan tekstil, serta sebagai propelan roket dan sebagai penyokong kehidupan pada pesawat terbang, kapal selam, penerbangan luar angkasa, dan penyelaman. Selain itu, aku juga terkenal dengan sifat supelku. Dengan keelektronegatifanku, aku bisa berteman dengan hampir seluruh teman-teman lainnya, membentuk oksida.
Begitu tiba di taman, aku langsung membantu makhluk hidup untuk bernapas. Saat asyik membantu, aku melihat seorang cowok yang berjalan menuju taman. Aku terpesona melihatnya. Mataku terus meliriknya. Pada saat yang bersamaan, dia juga melirik padaku. Tiba-tiba…
“Hai, boleh kenalan?” sebuah suara terdengar dari belakangku. Aku memutar tubuhku. Di belakangku, berdiri seorang cowok yang sangat menarik perhatianku itu. Aku terpaku. Jantungku berdetak sangat cepat. “Halo. Kenapa diam? Boleh kenalan? Aku Hidrogen.” katanya sambil mengulurkan tangan.
“A... aku.. aku.. Oksigen.” Kataku terbata-bata sambil menjabat tangannya. “Panggil Oksi saja.” Tambahku. Detik berikutnya, kami sudah akrab. Beberapa jam kami terus bersama. “Dro, aku pulang dulu ya. Udah siang nih.”
“Ok. Kapan-kapan kita ketemu lagi ya? Nanti aku hubungi kamu.” Aku mengangguk. Lalu berjalan pulang.
Saat pertama berjumpa
Kurasakan getaran-getaran di jiwa
Meresap ke dalam sukma
Menembus relung jiwa
Sejak pertama berjumpa
Dirimu selalu dipikiranku
Hatiku selalu menyebut namamu
Wahai Hidrogen
Lagu Geregetan – Sherina mengalun lembut dari kamarku. Sejak bertemu Hidrogen, aku mengganti nada deringku dengan lagu itu.
Aku berlari-lari kecil ke kamar. Nama Hidrogen muncul di layar HP-ku.
“Halo, Oksi.” Sapa suara di seberang sana.
“Halo juga, Dro. Ada apa?”
“Hari ini kita jadi jalan-jalan kan?”
“Ia, jadi. Tapi, sebentar lagi ya. Aku mau siap-siap dulu.”
“Ok deh. Aku tunggu ya.” Sambungan telepon terputus. Aku bersiap-siap untuk pergi.
Sudah beberapa minggu terakhir ini, aku selalu pergi bersama Hidrogen. Ketika berpasangan dengan Hidrogen, aku menghasilkan air (H2O). Aku dan Hidrogen selalu membantu manusia mencuci, memasak, menyiram tanaman, dan masih banyak lagi kegiatan yang kami lakukan. Bersama Hidrogen, aku merasa sangat bahagia. Sebenarnya, aku menyukainya, namun aku tidak bisa mengatakan hal itu pada Hidrogen.
“Oksi. Kamu ada di rumah?” sebuah suara terdengar di luar kamar. Aku sangat mengenal suara itu. Abel. Kakakku yang paling aku sayangi.
“Iya, kak.” Teriakku dari dalam kamar.
“Kamu mau kemana?” Tanya Abel yang sudah ada di belakangku. “Jalan sama Hidrogen lagi ya?” aku hanya mengangguk. “Oksi, Hidrogen bukan cowok yang baik. Beberapa hari yang lalu kakak melihat dia bersama cewek lain.”
Aku terkejut mendengar kata-kata Abel. Tapi, aku berusaha menyembunyikan perasaan itu. “Itu bukan urusanku, kak. Kami hanya berteman.”
“Kakak hanya ga mau kamu terluka, Oksi. Kakak tahu kalau kamu ....”
Aku memotong kata-kata Abel. “Sudah ya, kak. Aku pergi dulu. Kasihan Hidrogen yang udah nunggu Oksi.” Aku melambaikan tangan, berlari meninggalkan Abel sendirian.
Tidak jauh dari rumah, aku melihat Hidrogen sudah menungguku. Aku berjalan mendekatinya. “Hai, Dro. Udah lama ya?”
“Ga kok. Ayo, kita pergi.”
Aku dan Hidrogen mulai menjalankan aktivitas kami seperti biasa. Kami mendatangi rumah-rumah manusia dan mulai membantu mereka. Hal ini tentu saja sangat melelahkan bagiku, namun itu tidak menjadi masalah. Aku sudah terbiasa melakukannya. Aku senang bisa berguna untuk makhluk hidup lain.
Hari ini dimulai dengan sangat mengecewakan. Sebelum aku memulai aktivitas hari ini, aku menanyakan keberadaan Hidrogen. Hidrogen bilang kalau dia sedang ada aktivitas lain, sehingga tidak bisa pergi bersamaku.
Aku berjalan menuju taman. Hari ini, aku akan membantu manusia dalam bernapas. Dari pagi sampai siang aku asyik membantu manusia. Begitu hari sudah terasa sangat panas, aku pulang ke rumah. Di tengah jalan menuju rumah, aku melihat seseorang yang sangat aku kenal bersama seorang wanita. Mereka sedang bersama para manusia. Aku menatap mereka lama sekali sampai aku yakin kalau itu benar-benar Hidrogen. Dia terlihat sangat bahagia bersama wanita itu.
Langganan:
Postingan (Atom)