Terkadang lelah datang menyelimuti
Menghancurkan setiap pertahanan diri
Mematahkan setiap kepingan hati
Menusuk-nusuk di jantung ini
Tubuh ini . . .
Tetap berusaha berdiri kokoh
Mencoba setegar karang
Tetap bertahan dihempas ombak
Rasa pedih juga mulai menyerang
Semakin meruntuhkan kekuatanku
Melemahkan sendi-sendiku
Melenyapkan semua senyumku
Hey, diriku . . .
Tolong tetap bertahan
Semangatlah . . .
Buang rasa lelah dan pedih itu
Senin, 12 November 2012
Kamu
Angin malam membelai rambutku
Sejuk mengalir ke dadaku
Kurasakan indahnya hari ini
Saat kau menemaniku
Senyum manis terpancar di wajahmu
Membawa semua lelah pergi
Kehangatan menjalar ke tubuhku
Membuatku semangat lagi
Langkah kakimu itu
Menenangkan hatiku
Memberi kenyamanan
Di setiap langkahku bersamamu
Desah nafasmu
Terkadang mengkhawatirkanku
Aku tak ingin kau lelah
Aku ingin kau bahagia
Sejuk mengalir ke dadaku
Kurasakan indahnya hari ini
Saat kau menemaniku
Senyum manis terpancar di wajahmu
Membawa semua lelah pergi
Kehangatan menjalar ke tubuhku
Membuatku semangat lagi
Langkah kakimu itu
Menenangkan hatiku
Memberi kenyamanan
Di setiap langkahku bersamamu
Desah nafasmu
Terkadang mengkhawatirkanku
Aku tak ingin kau lelah
Aku ingin kau bahagia
Cerpen kimia (lanjutan)
Entah apa yang aku rasakan, hatiku ini mendadak hancur seketika. Jantung ini terasa berhenti berdetak. Aku tidak sanggup melihat pemandangan itu. Aku tahu dia bukan milikku. Tapi, hatiku tidak bisa berbohong. Hatiku merasakan sakit yang tidak terkira. Ini pertama kalinya aku merasa seperti ini. Aku berlari menjauhi tempat itu. Terus berlari sampai rumah.
Di rumah, aku melihat Abel. Dia duduk tepat di depan pintu rumah. Aku cepat-cepat menutupi perasaanku yang terluka. Aku tersenyum ke arahnya, namun Abel tidak membalas senyumku itu. Dia berdiri dengan wajah yang nampak kebingungan.
“Oksi, kamu kenapa?” Tanya Abel bingung. Aku menggeleng. Aku tidak ingin menceritakan yang terjadi tadi pada Abel. “Jawab kakak, Oksi. Kakak
tahu kamu. Ga mungkin kalau kamu ga ada apa-apa.” Aku tetap diam dan menunduk.
“Oksi, tolong. Jawab kakak. Cerita sama kakak apa yang terjadi. Apa ini tentang
Hidrogen?”
Jantungku
berdetak sangat cepat saat nama Hidrogen disebut Abel. Diam-diam aku menggerutu
dalam hati. Kenapa Abel selalu tahu apa yang terjadi padaku? Apa karena kami
sudah lama bersama? Aku tidak tahu. Hanya satu yang aku tahu, Abel selalu ada
disaat aku sedang terluka.
“Oksi,
kenapa diam? Jawab kakak.”
“Hidrogen,
kak. Hidrogen.” Aku mulai membuka mulut. “Hidrogen jalan sama wanita lain, kak.
Dia.. dia terlihat sangat bahagia. Aku.. hatiku sangat sakit, kak.”
Abel
diam. “Oksi, kakak kan pernah bilang sama kamu. Tapi.. sudahlah. Lebih baik
kamu mencari seseorang yang jauh lebih baik dari Hidrogen.”
Selama
dua hari aku tidak diperbolehkan Abel untuk meninggalkan rumah. Aku
menurutinya. Lagi pula, di rumah aku tidak sendirian. Ada Abel yang menemaniku.
Selama dua hari pula aku tidak menerima telepon Hidrogen. Abel melarangku
menerimanya dan itu juga merupakan keinginanku. Aku tidak ingin hatiku merasa
sakit lagi.
Saat
asyik berjalan di sekitar komplek, ada seorang cowok yang mendekatiku. “Hai,
boleh kenalan ga?” Tanyanya padaku. “Aku karbon.” Katanya lagi.
Karbon?
Nama yang bagus. Dia juga lumayan keren. “Aku Oksigen. Panggil saja Oksi.”
“Oksi.
Nama yang bagus. Kamu tinggal di mana?”
“Aku
tinggal di Jalan Golongan VIA nomor 8.” Jawabku.
Aku
dan Karbon pun mulai asyik berbicara. Kami berjalan bersama. Namun, semakin lama
kami jalan bersama, aku merasakan suatu keanehan pada manusia yang ada di
sekitar kami. Mereka seperti terkena gejala keracunan. Perlahan aku mulai
menyadari hal itu. Bersama Karbon ternyata aku bisa merugikan manusia. Selain
itu, juga bisa menimbulkan polusi. Aku tidak ingin lagi berjalan bersama
Karbon. Aku berlari meninggalkan Karbon.
Di
depan rumahku, aku melihat Hidrogen sedang berdiri dan menunggu sesuatu. Saat
Hidrogen melihatku, dia tersenyum. Aku tidak mempedulikannya. Aku berlari masuk
ke rumah.
“Oksi,
tunggu… Aku mau bicara. Apa salahku?” suara Hidrogen terdengar menyedihkan.
Hatiku sangat sakit mendengar suara itu.
“Ga
ada yang perlu dibicarakan. Pergi sana.” Jawabku sambil menahan perihnya
hatiku.
“Aku
ga mau pergi. Aku mau bicara. Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini? Apa
salahku?” suaranya bertambah sedih. “Oksi, aku mohon. Bicara padaku. Katakan
apa yang terjadi. Aku mohon.”
Aku
tidak tahan lagi mendengar suaranya itu. Aku keluar dari rumah. “Sekarang apa
maumu, Dro?”
“Oksi,
aku hanya ingin mendengar penjelasanmu. Apa yang terjadi? Kenapa kamu
menjauhiku?” kata Hidrogen. “Aku tidak bisa membiarkanmu seperti ini. Hatiku
sungguh tersiksa menerima hal ini. Aku tidak ingin kehilanganmu.”
Aku
terkejut mendengar kata-kata Hidrogen. Seluruh tubuhku terpaku. Aku tidak
mengerti apa yang dikatakannya. Apa maksud semua perkataannya itu. Aku tidak
mengerti. “Aaa..aapa?” hanya itu yang keluar dari bibirku.
“Aku
mencintaimu, Oksi.” Dia berlari memelukku. Aku hanya diam. Tidak bisa berkata
lagi. “Aku sungguh mencintaimu.” Katanya lagi.
Perlahan,
semua ingatanku tentang kejadian hari itu kembali lagi. Hidrogen bersama
seorang cewek. Aku melepaskan pelukannya dengan kasar. Hidrogen terkejut
melihat tindakanku itu. “Tidak. Ka.. kamu tidak mencintaiku.” Kataku terbata.
“Kamu mencintai orang lain. Aku pernah melihatmu bersamanya.”
Mendengar
kata-kataku, Hidrogen terlihat bingung. “Apa maksudmu, Oksi? Aku mencintaimu. Tak
ada orang lain.” Hidrogen berusaha meyakinkanku.
“Tapi…
siapa wanita itu?”
“Wanita
mana? Aku tidak mengerti.”
“Wanita
yang ada bersamamu tiga hari yang lalu. Saat kamu tidak pergi bersamaku.”
Hidrogen
berpikir sebentar, lalu tersenyum. “Oksi, wanita itu temanku sejak kecil.
Namanya Klor. Aku tidak mungkin mencintainya. Lagipula, dia sudah memiliki
Natrium.” Katanya lembut. “Kamu cemburu ya?” Hidrogen mulai menggodaku.
“Ga
kok.” Aku berusaha menyembunyikan perasaanku.
“Cemburu
juga ga apa-apa kok.” Hidrogen tertawa kecil. “Jadi, apa kamu percaya kalau aku
mencintaimu?” Aku hanya diam. “Oksi, aku sungguh sangat mencintaimu. Maukah
kamu menjadi pacarku?
Aku
berpikir sejenak. Lalu mengangguk. “Aku juga mencintaimu.”
Sejak
hari itu, selama bertahun-tahun aku terus bersama Hidrogen. Aku sungguh sangat
mencintainya. Aku sangat bahagia bisa bersamanya. Semoga cinta kami tetap
abadi.
Langganan:
Postingan (Atom)